Imagination is more important than knowledge,” demikian komentar Einstein bapak utu Wijaya, 2007).

Karakter khas sastra ini juga di kemukakan I.A Richard dalam bukunya Peotries and Science (1926). Menurut Richard, dunia sastra mampu menyuguhkan imajinasi sehingga memberi inspirasi orang untuk berkarya. Sastra juga bisa menjadi basis (core) bagi munculnya berbagai disiplin keilmuan. Banyak pemikir inovatif dalam ilmu sosial dan eksak, mempunyai latar belakang teori sastra yang kuat atau setidaknya penikmat sastra.

Sebut saja misalnya, Edward W. Said, yang membongkar epistemology orientalisme sambil membuka pintu poskolonialisme; Michel Foucault, yang mengadakan analisis wacana untuk melihat prawacana; atau Antonio Gramsci, yang melihat sastra sebagai medium pembaharuan moral dan untuk mengungkapkan ideologi-ideologi kelompok sosial, dan sebagainya. Kenyataan ini, menjadi penanda bahwa sastra menjadi layaknya bapak asuh bagi para ilmuan.



Kita juga tentu kenal Teori Heliosentris (matahari sebagai pusat orbit) yang dilontarkan Copernicus tahun 1512. Teori monumental ini sempat menuai kontroversi, lantaran membalik doktrin gereja yang berabad-abad lamanya diyakini sebagai satu-satunya kebenaran mutlak. Tentu saja teori ini tidak lahir melalui observasi dengan pergi ke orbit matahari, tetapi berawal dari imajinasi dan intuisi Copernicus—yang juga seorang sastrawan.



Demikian halnya kemunculan ilmu Matematika atau Aljabar. Disiplin ilmu tersebut lahir dari ekspresi atau luapan imajinasi yang diguratkan dengan angka, simbol dan deretan rumus atau persamaan-persamaan . Bahkan, beberapa ilmuwan ternama seperti astronomer Carl Sagan, kosmolog Free Dyson, dan rocketry Wernher Von Braun, mengawali karir mereka dari kegemaran membaca sastra fiksi-fiksi sains.



Saling Memengaruhi

Richard (1926) meramalkan bahwa abad modern, akan menjadi masa-masa kemenangan sastra. Pada abad tersebut, sastra bakal kembali diperbincangkan secara serius. Hal ini lantaran masyarakat abad modern didera krisis dahaga spiritualitas yang amat sangat.



Tatkala sains hanya mementingkan persoalan materialis-hedonis, sementara agama hanya mengurusi persoalan akhirat atau eskatologi, sastra hadir menjembatani keduanya.



Sains dengan kelebihannya, memang sanggup memenuhi kebutuhan fisik-materialistik dan hedonis setiap orang. Akan tetapi, dahaga batiniah yang sudah mencapai titik akut tersebut, tidak bisa ditawarkan dengan kesenangan sesaat. Oleh karena itu, Richard menganjurkan manusia modern untuk menghidupkan kembali dunia sastra. Sebab, melalui sastra—yang kaya unsur estetis, filosofis, imajinasi dan emosional—dahaga batiniah umat manusia bakal terobati.



Sayangnya, sastra yang merupakan pengejawantahan perasaan dan intuisi, sering kali dianggap tidak ada kontribusinya bagi kehidupan. Masyarakat kita selalu memandangnya dengan sebelah mata. Para orangtua merasa rugi jika putra-putrinya, kebetulan kuliah di jurusan atau fakultas sastra. Apalagi, jika menjadi sastrawan atau memiliki menantu sastrawan. Para orangtua pasti mengelus dada, mau diberi makan apa anak istri sastrawan? Dalam stigma mereka, ukuran kehidupan ditentukan oleh materi, sementara sastra tidak mampu menghasilkan kelimpahan materi layaknya sains.



Selain itu, acapkali perasaan dan instuisi—sebagai basis sastra—dipertentangk an dengan pikiran sebagai basis sains. Pada konteks nyata, ada anggapan sastrawan tidak perlu berpikir—tidak membutuhkan ilmuwan—sementara ilmuwan tidak perlu asupan darah dan belulang sastra. Padahal, ilmuwan perlu mengimajinasikan sebuah gambar kawasan atau obyek yang akan ditelitinya, sebelum ia mulai membangun teori lalu mengujinya.



Meski langkah sains dituntun oleh metodologis yang khas, tetapi imajinasi merupakan pendahulu semua langkah empiris tersebut. Dengan kata lain, ilmuwan perlu sastra sebagai penopang alam imajinasinya tatkala mengkonsep sebuah hipotesa atau asumsi penelitian.



Pada ranah ontologi (metafisis), sastra dan sains merupakan satu kesatuan. Sebab, antara sastra dan sains sama-sama berupaya mengajukan model-model tentang kenyataan. Persinggungan lainnya ialah pada ranah formal, yakni sama bermain dengan manipulasi simbolik. Keduanya saling memengaruhi, sains juga dapat menjadi inspirasi bagi sastrawan atau juga sebaliknya. Misalnya Edgar Allan Poe (Eureka), Lewis Carrol (Alice’s Adventure in Wonderland), dan Jorge Luis Borges (Ficciones) merupakan penulis yang berhasil menautkan sastra dan sains.

Banyak kisah dari fiksi-sains yang menjadi inspirasi penemuan sains hebat. Misalnya, penemuan bom atom, balon udara Zeppelin dan pesawat luar angkasa Appolo 11 milik NASA, terinspirasi kisah-kisah yang ditulis Jules Verne dalam novel fuksi-sains From The Earth to the Moon. Lantaran ide-ide genius tersebut, Jules Verna mendapat julukan Bapak Fiksi Sains. Sementara, penulis lain yang karyanya tak kalah mencengangkan adalah H.G. Wells, dengan karya The Time Machine (1895), The Invisible Man (1897), The War of the Worlds (1898), The First Men in the Moon (1901), dan beberapa koleksi novel menarik lainnya. Hingga sekarang, karya-karya fiksi sains tidak hanya berupa novel saja tetapi juga telah diadaptasi ke dalam film dan televisi; seperti, Star Wars, The Matrix, Independence Day, Star Trek, dan lain sebagainya. Ini menunjukkan betapa keistimewaan imajinasi yang disuguhkan sastra, banyak memberi kontribusi positif bagi sains, terutama sebagai inspirasi ilmuwan membuat karya teknologi.

Sayangnya, perkembangan sains teknologi dan sastra di Indonesia sendiri secara umum masih terperangkap dalam bingkai "dua budaya", yakni sains belum memberikan masukan berarti dalam perkembangan sastra. Sementara kecenderungan umum dalam sastra kita, yakni merayakan sains dan teknologi dengan kekaguman, atau bersikap kritis terhadap sains dan teknologi. Selain itu, sastra juga masih menjadi dunia para penghayal, sementara sains mengukuhkan dirinya sebagai basis kenyataan dan kemajuan (Yasraf Amir Piliang, 2007).

Kecenderungan ini juga terasa di perguruan-perguruan tinggi (PT) kita. Mata kuliah atau jurusan sastra kurang populer—untuk mengatakan kurang diminati—di kalangan mahasiswa ketimbang mata kuliah atau jurusan sains. Mestinya, ada integrasi atau penambahan muatan mata kuliah antar kedua fakultas tersebut. Mahasiswa jurusan sastra misalnya, diperkenalkan dengan dunia sains agar kompetensi sastra yang dimilikinya, bisa memberi sumbangsih positif bagi kemajuan sains. Demikian halnya mahasiswa yang selama ini berkecimpung di dunia sains, juga harus diakrabkan dengan sastra— sebagaimana yang diterapkan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Tujuannya, mahasiswa diajak untuk berekreasi imajiner dan memaknai berbagai sisi kehidupan yang dapat dipetik dari karya sastra yang dibahas.

Selain itu, melalui sastra mahasiswa juga diajak menguliti esensi kehidupan untuk mempertebal rasa kemanusiaan, sekaligus menjadi semacam “starter”, pemicu pada penjelajahan pemikiran yang tak terbatas ke segala arah. Hadirnya sastra dalam fakultas atau jurusan sains, juga sebagai upaya meminimalisasi peran teknologi yang selalu arogan dan merasa give solution. Dengan kata lain, sastra bisa menjadi semacam oase di tengah keangkuhan sains. Semoga.

Sumber: Lingkar Study

mencari kehidupan di luar angkasa



fakta kebesaran Al-Quran



fakta langit meluas sesuai dengan Al-Quran



Jagad raya yang besar



Tentang kelahiran

“And the Earth- We have spread it forth and made in it firm mountains and caused to grow in it of every suitable thing”. (Qur’an:15:19)




KIR merupakan wadah yang menyalurkan aspirasi para pecinta ilmu pengetahuan
yang didirikan pada tanggal 01 September 1994
dengan struktur organisasai yang melibatkan seluruh elemen sekolah
Kini ekskul KIR telah berdiri dengan Pembina dari Para GURU

KIR MAN 4 juga telah memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam mengikiuti berbagai seminar dan lomba eksakta dengan prestasi yang cukup gemilang
SElain itu, KIR juga melakukan kegiatan yang cukup banyak serta pelatihan
supaya mencetak kader-kader ilmuan muda yang prefesional dalam menjalankan tugasnya

Berbagai praktikum juga merupakan salah satu kegitan inti dengan tujuan
Para calon Saintis dapat terbiasa dalam berfikir KRitis, Kreatif dan Objectif

Para anggota KIr yang berbakat dalam bidangnya masing-masing pula dapat menyalurkan
bakatnya dalam pertemuan rutin setiap jum'at
dan dapat dibimbing secara langsung oleh para pakarnya
sehingga dapat mengembangkan bakat serta keinginan mereka

jika Ingin tahu serunya kegiatan KIR MAN 4 langsung saja

Gabung PAda FRienDster KIR di
kir@MAN4Jakarta.com

oke .....

1. SekiLas Tentang KIR MAN 4 JAKARTA

Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) MAN 4 Model Jakarta sekarang telah mengalami pengubahan secara stuktural maupun intenal dan telah beberapa pergantian pembina KIR, selama KIR berdiri sejak 1994 telah berganti pembina sebanyak 3 kali.

Pembina yang pertama sekaligus pelopor dari berdirinya KIR MAN 4 adalah Bapak Drs. Musahir M.Pd. yang menjabat selama 7 tahun dengan tujuan didirikan kegiatan ekstrakurikuler ini sebagai wadah aspirasi intelektual yang berkembang di kalangan pelajar.

Setelah itu, Bapak Musahir digantikan dengan Bapak Drs. Agus Mudhafar sebagai pembina KIR MAN 4 dikarenakan Bapak Musahir diangkat menjadi WaKaBid di MAN 4 Model Jakarta, Bapak Agus menjabat selama 5 tahun dan merupakan pembina KIR yang sangat eksis mengurus masalah kegiatan KIR MAN 4 Jakarta.

Setelah 5 tahun menjabat, Bapak Agus digantikan oleh Ibu Lisnur Azizah S.Pd. dikarenakan Bapak Agus diangkat sebagai WaKaBid di MAN 4 Model Jakarta, Inilah satu-satu ekskul di MAN 4 Jakarta yang pernah memiliki pembina KIR yang sekarang menjadi WaKaBid di sekolah, Ibu Lisnur menjabat sebagai pembina hingga sekarang.


inilah pembina KIR sekarang

2. Misi Dan Visi KIR MAN 4 Jakarta

a.Umum
Membentuk kepribadian intelektual di kalangan pelajar.

b.Khusus
1.Membentuk generasi yang islami, serta berkualitas dengan tetap mempertahankan sifat populasinya di tengah-tengah masyarakat yang homogen.
2.Mengembangkan kesadaran akan IPTEK serta IMTAQ di kalangan pelajar.
3.Membentuk pribadi yang unggul baik IPTEK maupun IMTAQ.
4.Mengembangkan kreativitas dan bakat serta kemampuan siswa.
5.Memebentuk siswa yang berpola fikir modern serta ilmiah.
6.Ikut serta secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembentukan intelektual di lingkungan sekolah.
7.Menumbuhkembangkan kreativitas dan ketrampilan serta wawasan dalam berfikir yang menjadi bekal untuk mengabdi pada masyarakat.

3. Kegiatan

1.Diskusi ilmiah
2.Percobaan/praktikum
3.Star party
4.Cerdas cermat
5.Seminar agenda
6.Kunjungan Iptek
7.Pemutaran film ilmiah
8.Pelatihan kepemimpinan (LDK dan LK)
9.Bulletin sekolah.
10.dan kegiatan lainnya.

Sekretariat
Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang
Kebayoran Lama Jakarta Selatan 12310
Telp. 7690283
kir_almode@yahoo.com